Jumat, 27 November 2009

NAMA : SISKA YUSRIANI

KELAS/NPM : 3EB08/21207030

TUGAS : PROPOSAL BAHASA INGGRIS BISNIS

ANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK KONVENSIONAL

DAN BANK SYARIAH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bank merupakan salah satu urat nadi perekonomian sebuah negara, tanpa Bank, bisa kita bayangkan bagaimana kita sulitnya menyimpan dan mengirimkan uang, memperoleh tambahan modal usaha atau melakukan transaksi perdagangan Internasional secara efektif dan aman. Kita semua hampir pernah datang ke Bank, seperti menabung atau mengirim uang. Untuk urusan lain seperti mengajukan kredit, penulis bisa jamin tidak semuanya pernah melakukan, malah mungkin tidak terpikirkan.Banyak alasan yang melatari hal tersebut, seperti katanya birokrasi bank yang sangat panjang, katanya bank minta syarat macam-macam, katanya harus jaminan sekian banyak, dan katanya-katanya yang mungkin membuat kita malas untuk datang ke Bank. Untuk menyikapi hal tersebut ada baiknya kita mengenal operasional bank, sehingga kita tidak gagap ketika datang ke Bank. Berbicara tentang Bank, tentu kita perlu tahu apakah Bank itu?

Sistem Lembaga Keuangan Bank Umum diIndonesia ada 2 jenis, yaitu Bank dengan Sistem Konvensional dan Bank dengan Sistem Syariah. Bank Konvensional adalah Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional, sedangkan Bank Syariah adalah Bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Perkembangan Bank umum Syariah dan Bank umum Konvensional yang membuka cabang syariah juga didukung dengan tetap bertahannya bank syariah pada saat perbankan nasional mengalami krisis cukup parah pada tahun 1998. Sistem bagi hasil perbankan syariah yang diterapkan dalam produk-produk Bank Muamalat menyebabkan bank tersebut relative mempertahankan kinerjanya dan tidak hanyut oleh tingkat suku bunga simpanan yang melonjak sehingga beban operasional lebih rendah dari bank konvensional.

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kinerja keuangan perbankan syariah dan perbankan konvensional untuk masing-masing rasio keuangan?

2. Apakah ada perbedaan yang signifikan atas kinerja keuangan perbankan syariah dan perbankan konvensional secara keseluruhan?

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bank umum syariah dalam hal ini diwakili oleh Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah Mandiri (BSM). Bank umum konvensional yang dipilih untuk dibandingkan dengan bank umum syariah adalah bank konvensional dengan total asset sebanding dengan bank umum syariah.

b. Informasi yang digunakan untuk mengukur kinerja bank adalah berdasar Laporan Publikasi Keuangan Bank selama periode Juni 2002-Maret 2008. Data yang diambil adalah laporan triwulanan masing-masing bank yang dipublikasikan di surat kabar atau internet.

c. Ukuran kinerja bank yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio keuangan bank yang meliputi Capital Adequacy Ratio (mewakili rasio permodalan/solvabilitas), Return on Asset dan Return on Equity (mewakili rasio rentabilitas), dan Loan to Deposit Ratio (mewakili rasio likuiditas).

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis kinerja keuangan perbankan syariah dan perbankan konvensional untuk masing-masing rasio keuangan.

2. Menganalisis kinerja perbankan syariah dan perbankan konvensional secara keseluruhan.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian mengenai perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional antara lain:

1. Bagi penulis, dapat memperoleh dan menambah ilmu pengetahuan baru mengenai perbankan syariah dengan perbankan konvensional.

2. Bagi Bank syariah, dapat dijadikan sebagai catatan/koreksi untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, sekaligus memperbaiki apabila ada kekurangan.

3. Bagi bank konvensional, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan motivasi atau pertimbangan untuk membentuk dan menambah Unit Usaha.

1.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1.1.6 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan syariah dengan perbankan konvensional, jika dilihat dari rasio permodalan.

1.2.6 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan syariah dengan perbankan konvensional, jika dilihat dari rasio rentabilitas.

1.3.6 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan syariah dengan perbankan konvensional, jika dilihat dari rasio likuiditas.

1.7. Metode Penelitian

1.7.1. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur seperti buku, majalah, jurnal, koran, internet dan lain-lain yang berhubungan dengan aspek penelitian.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Neraca Keuangan dari Juni 2002-Maret 2008

b. Laporan Rugi Laba dari Juni 2002-Maret 2008

c. Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dari Juni 2002- Maret 2008

d. Ikhtisar Keuangan dari Juni 2002-Maret 2008

1.8. Sistematika Penulisan

Bab I :Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah serta tujuan dan manfaat penulisan. Selanjutnya disajikan pula hipotesis yang merupakan dugaan awal dari hasil penelitian.

Bab II :Landasan Teori

Bab ini menguraikan secara singkat teori yang melandasi penelitian, termasuk pembahasan tentang pengertian dan perbedaan bank syariah dan bank konvensional. Pembahasan berikutnya adalah mengenai teori pengukuran kinerja bank yang ditekankan pada perhitungan rasio keuangan bank (financial rasio).

Bab III :Metode Penelitian

Bab ini menguraikan secara detail tentang metode penelitian yang digunakan. Penjelasan dimulai dari metode pengumpulan data, dilanjutkan dengan metode analisis data.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Penelitian Terdahulu

Teori manajemen keuangan menyediakan banyak variasi indeks untuk mengukur kinerja suatu bank, salah satu diantaranya adalah rasio keuangan. Beberapa studi yang berhubungan dengan penilaian kinerja perusahaan perbankan dengan menggunakan indikator rasio keuangan adalah Thompson (1991), menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi terjadinya kebangkrutan pada sebuah bank. Payamta dan Mas’ud Machfoedz, (1999) mengukur kinerja keuangan perusahaan perbankan dengan menggunakan berbagai rasio CAMEL (Capital adequacy, Asset quality, Management, Earning, dan Liquidity).

Eko Widodo (2001) dalam penelitiannya, menggunakan rasio keuangan untuk mengukur asosiasi likuiditas, struktur modal, dan kualitas aktiva dengan profitabilitas bank. Penelitian tentang perbandingan kinerja bank sudah dilakukan oleh beberapa orang peneliti, antara lain:

1. Samad dan Hasan (2000) melengkapi penelitian Sabi (1996) dengan menggabungkan metode inter-temporal dan inter-bank. Metode inter temporal digunakan untuk membandingkan kinerja Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pada awal dan akhir pendiriannya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ROA dan ROE akhir periode lebih baik dibandingkan awal periode. Metode inter-bank digunakan untuk membandingkan kinerja BIMB dengan 8 bank konvensional di Malaysia selama periode 1984-1997. Hasilnya menunjukkan bahwa BIMB mempunyai likuiditas relatif lebih baik dan risiko kecil dibandingkan 8 bank konvensional.

2. Rubitoh (2003), melakukan penelitian dengan membandingkan kinerja keuangan Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama dengan enam bank konvensional selama 1997-2001. Kriteria yang digunakan dalam penelitian itu adalah RORA (profitabilitas), CAR (rasio kecukupan modal), LDR (rasio penyaluran terhadap dana pihak ketiga), FBI, NNRF, hasil kredit, dan produktifitas karyawan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara umum kinerja keuangan bank syariah lebih baik, walaupun ada juga kinerja bank syariah dibawah bank konvensional. Bahkan perkembangan bank syariah mencapai 53 persen, sedang bank konvensional hanya lima persen.

2.2. Pengertian Bank Konvensional

Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2.3. Bank Syariah

2.3.1. Pengertian Bank Syariah

Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Antonio dan Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.

2.3.2. Prinsip Dasar Perbankan Syariah

Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)

Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Syafi’I Antonio, 2001).

Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:

a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository) adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.

b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan.

Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan.

2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)

Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:

a. Al-Mudharabah

Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis:

1). Mudharabah Muthlaqah

Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.

2). Mudharabah Muqayyadah

Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.

b. Al-Musyarakah

Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Dua jenis al-musyarakah:

1). Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.

2). Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.

3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya berupa:

a. Al-Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

b. Salam

Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai syarat- syarat tertentu.

Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.

c. Istishna’

Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.

Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna paralel.

4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)

Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.

5. Prinsip Jasa (Fee-Based Service)

Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain:

a. Al-Wakalah

Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.

b. Al-Kafalah

Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.

c. Al-Hawalah

Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.

Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada Factoring (anjak piutang), Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.

d. Ar-Rahn

Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.

e. Al-Qardh

Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.

2.3.3. Sistem Operasional Bank Syariah

Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha)dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.

Sistem operasional tersebut meliputi:

1. Sistem Penghimpunan Dana

Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito.

Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:

a. Modal

Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya. Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank.

b. Titipan (Wadi’ah)

Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Investasi (Mudharabah)

Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank.

2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)

Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:

a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah, salam dan istishna’.

b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah). Pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.

c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan mudharabah.

c. Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan pola hiwalah, rahn, al-qardh, wakalah, dan kafalah.

2.4. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Secara garis besar perbandingan bank syariah dengan bank konvensional terdiri dari segi perbedaan falsafah, konsep pengelolaan dana nasabah, kewajiban tentang zakat dan struktur oraganisasinya. Keempat segi ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Perbedaan Falsafah

Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil.

2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah

Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko.

Artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.

3. Kewajiban mengelola zakat

Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini berbeda dengan bank konvensional yang tidak memiliki kewajiban tersebut.

4. Struktur organisasi

Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.

2.5. Rasio Keuangan

2.5.1. Rasio Permodalan (Solvabilitas)

Bank pada umumnya dan bank syariah pada khususnya adalah lembaga yang didirikan dengan orientasi laba. Kekuatan aspek permodalan ini memungkinkan terbangunnya kondisi bank yang dipercaya oleh masyarakat.

Pengertian modal bank berdasar ketentuan Bank Indonesia dibedakan antara bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia dan kantor cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia. Modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti atau primary capital dan modal pelengkap atau secondary capital.

2.5.2. Rasio Rentabilitas (Earning)

Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE).

1. Return on Assets (ROA)

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.

2. Return on Equity (ROE)

ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank (baik pemegang saham pendiri maupun pemegang saham baru) serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan (jika bank tersebut telah go public). Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan.

2.5.3. Rasio Likuiditas (Liquidity)

Suatu bank dikatakan likuid apabila bank bersangkutan dapat memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua depositonya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Rasio likuiditas ini dilakukan untuk menganalisis kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Loan to Deposit Ratio (LDR).

Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur seperti buku, majalah, jurnal, koran, internet dan lain-lain yang berhubungan dengan aspek penelitian.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Neraca Keuangan dari Juni 2001-Maret 2007

b. Laporan Rugi Laba dari Juni 2001-Maret 2007

c. Laporan Kualitas Aktiva Produktif dari Juni 2001-Maret 2007

d. Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dari Juni 2001- Maret 2007

d. Ikhtisar Keuangan dari Juni 2001-Maret 2007

3.2. Pengumpulan Data

Tahap ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sekunder berupa Laporan Keuangan Triwulanan Publikasi Bank selama periode Juni 2001-Maret 2007. Data yang diperoleh diambil melalui beberapa website dari bank yang bersangkutan dan Perpustakaan Bank Indonesia. Jenis laporan yang digunakan antara lain Neraca Keuangan, Laporan Laba-Rugi, Laporan Kualitas Aktiva produktif, Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Ikhtisar keuangan.

3.3. Pengukuran Variabel

Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya adalah pengolahan data yang diawali dengan menghitung variabel-variabel yang digunakan. Variabel-variabel tersebut yaitu rasio keuangan yang meliputi Capital Adequacy Ratio (mewakili rasio permodalan), Return on Asset dan Return on Equity (mewakili rasio rentabilitas), dan Loan to Deposit Ratio (mewakili rasio likuiditas). Setelah itu, untuk mengetahui kinerja bank secara keseluruhan dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh rasio yang sebelumnya telah diberi bobot nilai tertentu.

a. Rasio permodalan, yang diwakili oleh variabel rasio CAR (Capital Adequacy Ratio)

b. Rasio Rentabilitas, yang diwakili oleh variabel rasio ROA (Return on Asset) dan ROE (Return on Equity)

c. Rasio Likuiditas, yang diwakili oleh variabel rasio LDR (Loan to Deposit Ratio).

Perhitungan presentase dan bobot rasio-rasio tersebut adalah:

1. CAR

Menurut ketentuan Bank Indonesia suatu bank umum sekurang- kurangnya harus memiliki CAR 8%. Variabel ini mempunyai bobot nilai 20%. Skor nilai CAR ditentukan sebagai berikut;

Jika CAR bernilai :

a. Kurang dari 8%, skor nilai = 0

b. Antara 8% - 12%, skor nilai = 80

c. Antara 12%- 20%, skor nilai = 90

d. Lebih dari 20%, skor nilai = 100

2. ROA

Standar terbaik ROA menurut Bank Indonesia adalah 1,5%. Variabel ini mempunyai bobot nilai 15%. Skor nilai ROA ditentukan sebagai berikut;

Jika ROA bernilai :

a. Kurang dari 0%, skor nilai = 0

b. Antara 0% - 1%, skor nilai = 80

c. Antara 1% - 2%, skor nilai = 100

d. Lebih dari 2%, skor nilai = 90

3. ROE

Standar ROE menurut Bank Indonesia adalah 12%. Variabel ini mempunyai bobot nilai 15%. Skor nilai ROE ditentukan sebagai berikut;

Jika ROE bernilai :

a. Kurang dari 8%, sor nilai = 0

b. Antara 8% - 10%, skor nilai = 80

c. Antara 10% - 12%, skor nilai = 90

d. Lebih dari 12%, skor nilai = 100

4. LDR

Standar terbaik LDR menurut Bank Indonesia adalah 85%-110%. Variabel ini diberi bobot nilai 15%. Skor nilai LDR ditentukan sebagai berikut;

Jika LDR bernilai :

a. Kurang dari 50%, skor nilai = 0

b. Antara 50% - 85%, skor nilai = 80

c. Antara 85% - 110%, skor nilai = 100

d. Lebih dari 110%, skor nilai = 90

3.4. Metode Analisis Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik statistik yang berupa uji beda dua rata-rata (independent sample t-test). Tujuan dari uji hipotesis yang berupa uji beda dua rata-rata pada penelitian ini adalah untuk menentukan menerima atau menolak hipotesis yang telah dibuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar